Back-to-the-Closet "Goth"

Agak canggung rasanya saat saya kembali membuka halaman blog ini setelah sekian lama sama sekali tidak saya sentuh ( jangan ngambek ya, blogger.. ai still lap yuu ). Untuk beberapa dari kamu sekalian yang pernah mampir disini sebelumnya, mungkin masih ingat apa saja yang saya posting disini.. yak.. GOFFIK ZHITZ AND ZTUFFZ..

Yeah... that was old.. hahaha
" So.. does that mean you're not GOTH anymore? Does that mean your goth is only a phase?"
I'm glad you ask... karena, yaaa, anggap saja postingan kali ini adalah re-introduction dan beberapa penjelasan yang ( nggak penting.. ahak ahak ahak ) saya kira perlu saya sampaikan.

True, I don't consider myself  a "goth" anymore. 


Sudah bertahun - tahun sejak saya memoleskan eyeliner di kelopak mata untuk pertama kalinya, ataupun pertama kali mengenal kata "goth' itu sendiri. Kadang mengingat masa - masa tersebut membuat saya tersenyum, terharu, bahkan malu hahaha...

Saya mencintai goth music dan dark aesthetic dari lubuk hati yang paling dalam. Saya sama sekali tidak menganggap hal-hal tersebut sebagai hal yang memalukan atau tidak pantas. Hanya saja bagi saya pribadi sudah saatnya saya pensiun dan menjalani hidup dalam bayangan kenormalan. Alasannya adalah saya tidak mungkin lagi berdandan androginy dalam bentuk badan saya yang sekarang, dan mengingat profesi saya sebagai front-liner akan sangat tidak bijaksana bila saya memaksakan diri untuk terlihat seperti Robert Smith di hadapan client, atau dalam kesempatan yang tidak diduga - duga berpapasan dengan client saat saya sedang getol-getolnya menggunakan eyeshadow ala Siouxsie Sioux. Yeah.. what can I say? Saya tinggal di Indonesia... dan saya cukup menyesal telah menyerah pada kenyataan, dan takluk pada normalitas yang telah disusun oleh masyarakat kita.

But don't worry, I'm still the same-old me; The shy geek guy in black-framed glasses. Only less dark in appearance. Saya masih cinta sekonyong konyong koder pada goth rock dan dark literature. Kamar tidur saya masih terlihat seperti workshop ramalan dan ilmu sihir lengkap dengan toples toples dan tengkorak, dan saya masih suka mengumpulkan buku-buku serta menonton film-film horror. Yak... pada dasarnya saya masih melakukan hal-hal klise yang biasa dilakukan goth pada umumnya hahaha.. ( all-black laundry.. you're my sunday morning hahahaha ).

Dan untuk kamu yang tetap konsisten dengan penampilan goth kamu... saya sangat bangga *cipok basah*
Tetaplah menjadi apa yang kamu inginkan, saya telah kalah pada keadaan hehehe... teruslah menjadi inspirasi bagi banyak orang dengan caramu sendiri :)

 

 Terus blog ini bakal diapain?

From now on onwards, blog ini lebih saya dedikasikan sebagai jurnal dan tempat saya berbagi cerita dan kreasi, mostly artworks. Saya juga berencana untuk lebih giat menulis dan menggali ide, I was thinking about maybe making some comic strips, or some stories. Tujuan saya tetap seperti awal dulu; Saya ingin menginspirasi, tidak harus semua orang... mereka yang peduli dan mau mengapresiasi sudah lebih dari cukup untuk saya.

So, stick around,guys. There will be more stuffs coming :)


Sincerely


Yhudiz Dracoz


IT'S HALLOWEEN !! SING AND DANCE WITH THE DEAD!!

Hello, spooks and ghoulish creatures!

It's that time of the year again ! Walaupun Halloween gak dirayakan secara spesifik di negara kita, beberapa tahun belakangan mulai ada semacam kesadaran akan adanya hari spesial yang pada awalnya berasal dari tradisi paganisme ini. Yang paling kelihatan mungkin dari mal-mal yang menggelar pesta atau kompetisi kostum, dan tempat-tempat lain yang sepertinya semakin aware dengan keberadaan Halloween. Media sosial juga ikut berpengaruh, mulai muncul komunitas-komunitas yang merayakan Halloween dengan cara mereka sendiri. Hallloween yang pada awalnya adalah hari raya tahun baru yang menandai akhir musim panen dan gerbang menuju masa-masa terdingin dalam setahun, dimana batas dunia arwah dan dunia manusia menipis, dan kerabat yang meninggal serta makhluk-makhluk dari dimensi lain bebas berkeliaran di dunia manusia, kini lebih dirayakan sebagai ajang senang-senang dan unjuk kebolehan berkostum ria.

Tapi kali ini saya tidak akan membahas tentang sejarah Halloween atau membuat tutorial kostum maupun make-up. Kali ini saya akan membahas beberapa musik yang dijamin bisa membuat halloween kamu semakin meriah dengan kunjungan mayat-mayat hidup, tukang sihir dengan kutil di hidung, serta anak cucu Drakula yang siap menghebohkan pesta !

Note: Beberapa entri yang akan saya sebutkan tidak melulu harus masuk dalam kategori goth music. Akan banyak juga yang disebutkan dari rockabilly, psychobilly, horror-punk, pop, dan lain sebagainya.

1. VA - HALLOWEEN HOOTENANNY 

Dari covernya yang menampilkan manusia serigala, monster frankenstein, dan mumi, sudah bisa dipastikan bahwa album ini bukan untuk mereka yang punya pengalaman buruk dengan film horror :p.

Entah kenapa, saya pengen ketawa melihat gesture monster frankenstein ini

Halloween Hootenanny merupakan album kompilasi yang dirilis oleh label rekaman milik Rob Zombie, "Zombie-A-Go-Go" yang sayangnya hanya eksis untuk waktu yang singkat. Album ini bisa dibilang sebuah album klasik yang menyuguhkan suasana vintage Halloween yang kental dengan dominan unsur surf rock, garage rock, rockabilly, psychobilly, dan punk. Menampilkan band-band mengerikan ( dalam artian positif ) seperti the Ghastly Ones, the Bomboras, Rocket from the Crypt, the Reverend Horton Heat, Deadbolt, dan masih banyak lagi. Ditambah kontribusi dari pemilik label, Rob Zombie di zaman saat musiknya masih sangat ciamik dan belum terlalu dicampuri pasar mainstream, serta kemunculan narasi dari legenda horror tv tahun 60an, John Zacherle.

2. VA - MOSTLY GHOSTLY : MORE HORROR FOR HALLOWEEN 

Untuk yang satu ini saya tidak yakin untuk memasukkannya kedalam salah satu genre, intinya saat mendengarkan track-by-track kesan yang saya tangkap adalah "vintage horror".


Masih dihadiri oleh narasi menyeramkan dari John Zacherley, album ini mungkin mengingatkan kita pada atmosfir film horror lawas yang cenderung cheesy tapi menarik. Dari inskripsi di back cover cd nya, mungkin sudah jelas bagaimana mendeskripsikan nuansa musik yang disuguhkan album yang memajang karakter kartun mirip " Vampira " nya Maila Nurmi ini  :
Dracula, caves, Zombies, Creatures from the vaults and much much more. 25 picks from the Ghoulish age of rock n' roll. Be afraid be VERY afraid
Untuk kamu penggemar psychobilly dan band " The Cramps ", di CD ini juga terdapat versi asli dari lagu " Goo Goo Muck " oleh " Ronnie Cook and the Gaylads ", yang kemudian beberapa tahun setelahnya dicover oleh Lux Interior dkk dan dimasukkan dalam LP " Psychedelic Jungle "

3. VA - THESE GHOULISH THINGS : Horror hits for Halloween.

Satu lagi suguhan vintage horror yang tidak kalah menarik dari Mostly Ghostly, " These Ghoulish Things : Horror Hits for Halloween ".

Menampilkan kumpulan ikon horror klasik dari film-film Universal Studio di sampul albumnya, kompilasi ini menyuguhkan musik-musik bernuansa vintage seperti rock n' rol 50 dan 60an, doo wop, dan RnB. Terdapat satu lagu yang dinyanyikan oleh John Zacherle ( Dan tawa jahatnya yang membuat bulu kuduk merinding ), kali ini penampilan spesial juga diberikan oleh Bobby "Boris" Picket yang terkenal oleh lagu-lagu yang ditulisnya dalam vinyl " Monster Mash ".

Suguhan musiknya sangat menyenangkan ( sekaligus menyeramkan hehe ) dengan tema-tema khas horror klasik seperti vampire ( Pada jaman dahulu kala, vampir adalah makhluk mengerikan yang ditakuti, bukan remaja SMA yang berkilau dibawah cahaya matahari... -curhat ), zombie, hantu, monster, ilmuwan gila, dan sebagainya.

Oh, dan kalau kamu merupakan penggemar sitkom dengan sentuhan spooky seperti The Addams Family dan  The Munsters, coba icip-icip track dari The Fiends yang meng-cover lagu tema The Addams Family ( yang dibuka dengan tawa khas Morticia Addams ), serta  Milton DeLugg & The All-stars yang meng-cover lagu tema The Munsters.

4. THE CURE - SEVENTEEN SECONDS

Kamu gak terlalu suka elemen oldschool horror ? Mari beralih ke album yang lebih serius dan lebih bernuansa gloomy.

Kenapa saya memasukkan album ini dalam list? simpel saja... Seventeen Seconds merupakan salah satu album The Cure favorit saya, dengan atmosfir yang lebih bernuansa ethereal dan ambient bila dibandingkan dengan album-album lain ( Faith juga bernuansa sama, dan bisa dijadikan pilihan pengganti ), ditambah lagi dalam album ini lah Simon Gallup bergabung dengan Robert dkk.

Dengan album art yang menunjukkan foto pohon-pohon kering dan langit pucat yang dibuat blur ( Oh.. so mysterious.. ) mungkin perasaan yang sama juga menggambarkan isi dari album ini. Track favorit ? A Forest dan Play for Today :)

 
I hear her voice
And start to run
Into the trees...
Into the trees...

 

5. SIOUXSIE AND THE BANSHEES - JUJU

Sumber : Wikipedia
Meskipun Siouxsie Sioux sendiri menolak album ini untuk dikategorikan sebagai "Goth", dipungkiri atau tidak album ini merupakan salah satu album ikonik mereka yang juga mempengaruhi perkembangan sound goth music itu sendiri.

Juju merupakan album The Banshees yang kembali ke akar musik dengan orientasi gitar, setelah sedikit membengkok ke arah elektronika di album " Kaleidoscope ". Ada juga yang bilang bahwa album ini adalah salah satu album "landmark" genre post-punk.

Steve Severin sendiri mengemukakan bahwa Juju adalah concept album pertama Siouxsie and The Banshees, dengan mengolah tema-tema yang lebih gelap ( boleh saya bilang dark surrealism gak, sih ? hehehe ).

Bila dibandingkan dengan album-album yang saya sebut sebelumnya, seperti halnya Seventeen Seconds, Juju juga lebih menjurus pada tema-tema gelap yang serius, dan lebih bernuansa misterius, gelap, introspektif, dan surreal. Beberapa lagu yang ada dalam tracklist album ini juga merupakan lagu-lagu iconic mereka, seperti salah satu favorit saya pribadi " Halloween " dan " Spellbound ".


 

6. THE DAMNED - PHANTASMAGORIA

Sumber : Wikipedia
Saya masukkan album ini kedalam list untuk memberi sedikit sentuhan romantis ala-ala romatigoth biar gak spooky-spookyan melulu. However, tetap ada nuansa gelap dalam album ini, Phantasmagoria.

Album ini merupakan perubahan drastis pada The Damned. Pada full album sebelumnya ( Strawberry ) yang masih memiliki nuansa punk rock yang kental, Phantasmagoria lebih menyuguhkan lagu-lagu yang mainstream-friendly. Entah karena perginya Capt. Sensible atau sebab lain, The Damned mulai mendekati estetika yang mencirikan dark romanticism, diperkuat dengan album art oleh Bob Carlos Clarke dan model Susie Bick ( Istrinya Nick Cave ) dan tampilan Dave Vanian dengan frilly fop shirt serta rambut gondrong yang disasak dan dihiasi white streaks di salah satu sisi. Vampire ? BISA JADI BISA JADI !!

Album ini cocok buat kalian yang merencanakan untuk candle-light dinner atau sekedar dansa berdua di malam Halloween. Tenang saja, Halloween juga bisa untuk kegiatan romantis - romantisan kok.  :)


Sebenarnya masih banyak album yang bisa disebut, tapi kebanyakan kalau dibahas satu-satu disini. List diatas bukan sebuah peringkat dan susunan nomor tidak mempegaruhi derajat kesukaan saya pada masing-masing album.

Notable mentions:
Christian Death - Only Theatre of Pain, Type O Negative - Bloody Kisses, Mad Sin - Burn and Rise,  V.A - BATCAVE : Young Limbs, Kelelawar Malam - Desmodus Rotundus, Cinema Strange - The Astonished Eyes of Evening, Atrium Carceri - Ptahil, Virgin Prunes - If I Die I Die, dan masih banyak lagi.

Oh iya, mungkin kalau kamu penggemar Darkwave dan Neo-Klasik, album-album Nox Arcana serta Midnight Syndicate bisa jadi pilihan.

Sekarang giliranmu.. mungkin ada yang bisa direkomendasikan ke saya? Just comment below :)

WITH LOVE AND DEMENTIA,




SATURNUS.

Goth / Alternative Boots Show-off

Ehm... entri kali ini mohon dimaklumi, karena ini adalah entri bermodus pamer ( mohon pengertiannya.. hehehe).

Boots dan sepatu tidak dipungkiri merupakan barang wajib ang dimiliki setiap orang. Selain fungsinya sendiri yaitu untuk alas kaki, sepatu juga menjadi identitas ataupun "statement" yang walaupun tidak sevital KTP, namun tetap memberikan 'sesuatu' kepada si pemakai ( Sesuatu? wait... what?). Walaupun saya tidak secara eksklusif menyebut diri saya sebagai "goth", setidaknya saya memiliki ketertarikan terhadap aksesoris yang berhubungan dengan goth dan dark alternative, dalam hal ini termasuk sepatu dan boots, dan memang benar... boots dapat memperkuat aksen gothic pada si pemakai bila dipadukan dengan pakaian yang tepat.

Saya hanya memiliki 3 boots yang sepertinya sedikit-banyak bisa masuk ke dalam kategori gothic boots, dalam konteks yang menyatakan "boots yang sering dijumpai dalam goth subculture". Saya akui produk ini memang bukan hal yang mudah dicari, mengingat pangsa pasarnya lebih kepada kalangan minat khusus. Begitu juga pemakaiannya yang cenderung "ribet" bila dibandingkan dengan sepatu biasa.

So, shall we begin?

PLATFORM BOOTS dengan BUCKLE, STUDS, dan SPIKE

Ini merupakan boots pertama saya. Diproduksi oleh salah satu produsen alt. clothing lokal ( mostly metal ) METALCORPS. Desainnya sendiri sedikit-banyak terinspirasi dari new rocks ( ada polemik soal plagiarisme yang dikatakan beberapa commenters di page nya, walaupun begitu produknya cukup bagus dan awet. ). 

Penampilan bootsnya lumayan eye-catchy. Bahan dari latex,spike berjajar membujur dari bawah ke atas dan menyembul di antara strap. Ada 6 strap yang masing-masing memiliki studs bundar dan terhubung melalui ring, dengan buckle yang standar. Dibawah strap ada tali-tali. Sekilas pemakaiannya terlihat ribet ( mengikat tali, lalu menghubungkan strap dengan buckle) namun untungnya ada resleting di bagian betis dalam, sehingga tidak perlu bongkar-bongkar strap dan tali saat melepas dan memakainya kembali. Saya kurang bisa mengira-ira berat boots ini, namun untuk pemakaian pertama saya rasa cukup berat, mungkin karena belum terbiasa. 

Saya juga menambahkan aksen tulang jemari kaki yang saya cat menggunakan cat akrilik.

MILITARY LEATHER COMBAT BOOTS.

Boots ini merupakan hasil thrifting. Sebuah boots kulit yang sepertinya dari militer ( terdapat embos ABRI di sol nya). Lumayan tebal. Kondisinya sendiri lumayan masih baik, walaupun beberapa bagian ada yang lusuh dan tergores, tapi menurut saya itu malah lebih baik ( worn details are so cool.. haha ). 

Boots ini merupakan yang paling sering saya pakai. Ringan namun tangguh serta kuat. Tidak terlalu gerah di kaki saat dipakai. Saya juga memberikan "sentuhan pribadi" pada boots ini berupa gambar kelelawar, kata Clan of  Xymox di bagian kiri serta Dead Can Dance di kanan ( keduanya merupakan beberapa band favorit saya ) , jaring laba-laba, dan simbol ankh menggunakan cat akrilik, serta aksen besi di sol belakang.

WINKLEPICKER-ISH BUCKLE BOOTS

Boots ini merupakan yang paling saya sukai. Dibuat menurut desain saya sendiri oleh CUBOCREATE, produsen alt. boots lokal. Boots ini saya pesan karena saya sangat ingin mempunyai satu item yang sangat mencirikan trad-goth/deathrock. Walaupun tidak se-lancip winklepickers pada umumnya, so far hasilnya memuaskan.

Bahan dari kulit sapi, penampilan boots ini simple namun tetap eye-catching. Terdiri dari 10 strap pada masing-masing sepatu dengan buckle yang standar. Pemakaiannya lumayan repot, terlebih bila harus dilepas lalu dipakai lagi. Sebelum strap dikunci dengan buckle saya harus menaikkan zippernya dulu, lalu mengunci strap dengan buckle satu persatu. Sol nya pendek dan agak datar, seperti winklepickers pada umumnya. Ujungnya kerucut namun tidak terlalu lancip. Sepatu ini lumayan ringan, tapi entah kenapa susah untuk dipakai berlari. Bagian dalamnya lembut dan nyaman.

Itulah tiga boots saya yang sedikit-banyak mungkin bisa masuk kategori. Here's a picture of me wearing one of those :

With Love and Dementia,



SATURNUS

Interesting links:

Bands I like : Sopor Aeternus and the Ensemble of Shadows

Sumber

" I truly hope that there isn't anything after Death. Life is short, often painful, and Death is the end of it. I think it's best if you look at it this way. "
 -- Anna Varney Cantodea
" INDAH !" Mungkin ini yang bisa menggambarkan ekspresi saya saat pertama kali mendengar musik yang terlahir dari bakat luar biasa dari seorang Anna Varney Cantodea, sebuah musik bergenre Darkwave ( walau sebenarnya terdapat unsur-unsur lain dalam musiknya seperti neo-medieval, baroque, bahkan folk ) yang begitu ciamik.. begitu.. cetar membahana ! Sejumlah besar lagu Sopor ( sebutan singkat untuk Sopor Aeternus ) memang sangat atmosferik, terlebih untuk early release nya " .. Ich Tote Mich Jedesmal.. " ( judul lengkapnya "...Ich töte mich jedesmal aufs Neue, doch ich bin unsterblich, und ich erstehe wieder auf; in einer Vision des Untergangs..."  yang artinya "...I kill myself every time anew, but I am immortal, and I rise again; in a vision of Doom.." ). Sebuah album awal yang .... mungkin bisa membantu kita dalam proses membangkitkan mayat hidup.. just kidding :)

Mengingat saya tidak berkapasitas sebagai kritikus musik profesional, saya akan memberikan opini saja menurut apa yang saya rasakan saat menikmati musiknya dalam konteks seorang pendengar awam. Sebelum Ich Tote Mich, lagu yang saya dengarkan pertama kali adalah "La Mort D'arthur" dari album Les Fleurs Du Mal. MIND BLOWN !! Saya langsung merasakan atmosfir medieval ( atau baroque.. atau apalah itu.. maaf kalau secara historikal kurang akurat ) yang kuat. Lagu ini mempunyai tekstur yang lumayan unik, terutama yang paling saya suka adalah penggunaan choir serta vokal Anna Varney sendiri. Dentang - dentang bell di awal lagu juga sangat indah, durasi lagu kurang dari 3 menit, namun terasa lengkap dan pas. Dari sinilah saya mulai tertarik pada musik yang dipersembahkan Sopor Aeternus dan terutama sosok tunggal dibalik terbentuknya karya-karya indah tersebut. 




Selain musiknya, Sopor Aeternus dikenal karena kepribadian unik dan sosok Anna Varney sendiri. Seorang Transgender yang terlahir sebagai laki-laki namun ia lebih suka direferensikan sebagai wanita. Dia juga dikatakan pernah mengalami "Out-of-body-experience", mengalami tindak kekerasan dari orangtua dan teman-temannya saat masih kanak-kanak, dan mempunyai riwayat penyakit kanker. 

Anna yang tidak diketahui nama asli dan tahun lahirnya ini memiliki kepribadian yang amat kompleks. Dikatakan bahwa ia dengan sukarela mengasingkan diri dari dunia luar dan memiliki ketidaksukaan pada manusia. Ia menyatakan tidak akan pernah dan tidak berkeinginan untuk menggelar konser didepan "manusia", Namun sepertinya Ia memiliki hubungan yang cukup dekat dengan penulis asal Amerika Raven Digitalis. Unsur misantropik ini semakin kental saat dituangkannya ke dalam setiap karya musik yang ia buat. Ia sering meramu ulang material lama, sehingga cukup jelas bahwa Varney adalah seseorang yang sangat idealis. 

Sopor Aeternus juga dikenal memiliki konsep visual yang sangat.. gelap. Meskipun hanya memiliki beberapa klip video, kesemuanya bisa dibilang digarap secara sangat apik. Ciri khas dari karya visual Sopor Aeternus adalah penggabungan layer demi layer footage dan slideshow yang artistik. Hal yang sama juga berlaku untuk album art, booklet, dan konsep visual Sopor secara keseluruhan. Menjadi sebuah paket karya seni yang sangat jarang, unik, dan luarbiasa indah. 












Musik yang ia buat sebenarnya lebih berupa tindakan penyembuhan diri. Anna Varney sendiri menyatakan bahwa ia membuat musik semata-mata hanya untuk dirinya sendiri sebagai terapi. Konsep yang sangat individual ini juga diperkuat dengan unsur spiritual Anna Varney. Ia adalah seseorang yang sangat relijius, seorang Pagan yang memusatkan pemujaannya pada Jupiter dan Saturnus yang kemudian simbolnya disatukan menjadi "Jusa" yang muncul di tiap rilisan-rilisan Sopor Aeternus sekaligus menjadi simbol spiritualitas, estetika, dan kepribadian Anna Varney dan musiknya. 


Simbol Jupiter dan Saturnus yang disatukan menjadi "Jusa"
Source

Hal lain yang membuat saya tertarik pada musik Sopor Aeternus adalah adanya tema-tema yang mengusung "Bear". Hehehe.. ahem, sebagai seorang bear lover tentu ini hal yang amat menarik untuk saya. Tema ini mulai muncul di album Les Fleurs Du Mal, dan paling dominan di album trilogi A Tryptichon Of Ghost, terutama di part 1: A Strange Thing To Say, dan part 2: Have You Seen This Ghost ?  yang lebih berkesan romantis. 



"... Where he had to sit on my Shoulders all Sweat & sighs,my head embedded firmly between his strong warm thighs.Perhaps all this got me somewhat predisposed...... for butch guys, Bears and things you're not supposed to do..." 
SOPOR AETERNUS - POWDER. 


" I could be like a snowflakefallen all the way from heaven into a magpie's nest,
only to place my powdered cheek gently upon his hairy chest.
I could be his Maiden Marianne gift-wrapped in cloak and silken hood,
oh, a robin-redbreast sitting high up in the tree-tops ...-
of his mo(u)rning wood."
I need, I need a silver-furreda sugar sugar-daddy-bear,
someone who loves the front of me,
who likes to pay and loves to care.
A frizzly ursus, strong but cute,
adorable in leather, denim or tweed-suit.
I'd polish silver, 'cause I long to be spooned
on the dark, dark side of the palest moon ... "
SOPOR AETERNUS - POLISHING SILVER

To sum it up, Sopor Aeternus dengan segala keunikan dan kompleksitas Anna Varney Cantodea merupakan suatu pengalaman musikal dan artistik yang sangat spesial serta berkesan. Bisa dibilang Sopor Aeternus adalah proyek musik yang one of a kind, sangat jarang dan bahkan mungkin tidak ada musik lain bisa menyamai Sopor Aeternus, bahkan dalam scene Goth yang memiliki beribu keunikan disana sini.

...dan sebagai salah satu pengagum, a photo of me with outfit inspired by the amazing Anna Varney Cantodea ;) .


Interesting links:
OFFICIAL LINKS:
http://www.soporaeternus.de/
https://www.facebook.com/sopor.aeternus.offiziell
https://myspace.com/soporaeternusofficial
http://www.youtube.com/user/soporvideoarchive


Grand Guignol : Teater Berdarah dari Akhir Abad 19

Pernah menonton film "Interview With The Vampire" yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Anne Rice? Dibintangi Tom Cruise dan Brad Pitt tentang petualangan dua vampire necis dan "anak" angkat mereka Claudia yang diperankan Kirsten Dunst, film ini merupakan salah satu favorit saya dan merupakan salah satu film yang membuat saya terpukau terhadap vampire dan gothic imagery itu sendiri. Dalam salah satu scene dimana Louis dan Claudia pindah ke Paris dalam harapan mereka untuk menemukan makhluk sejenis mereka, Louis yang disapa oleh Armand, yang diklaim sebagai vampire tertua yang masih hidup di saat itu, diberi sebuah kartu nama bertuliskan "Le Theatres des Vampires" yang merupakan tempat berkumpulnya klan vampire dalam kedok penyamaran sebagai teater horror. Mereka berpura-pura menjadi manusia yang berpura-pura memerankan vampire, dan merupakan tempat utama berkumpulnya vampire di Paris.

Salah satu adegan di film "Interview with the Vampire" yang menggambarkan suasana panggung Theatres Des Vampires, dimana para Vampire berpura-pura sebagai manusia yang berpura-pura menjadi vampire.
Photo Credit : Warner Bros / Geffen Pictures
Sumber
Tempat yang hampir sama ternyata benar-benar ada. Sebuah teater horror ( atau mereka menyebutnya shock theatre ) yang berlokasi di daerah Pigalle, Paris, Perancis,  yang beroperasi sekitar abad 19 akhir sampai era PD II bernama : Le Théâtre du Grand-Guignol atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Teater Boneka Besar. Sebuah Teater yang menspesialisasikan dalam pertunjukan horror berdarah-darah. Dikatakan bahwa Teater ini menyuguhkan pertunjukan yang bernuansa terror dengan adegan-adegan gory, yang saking realistiknya bisa membuat penontonnya muntah atau pingsan.

I. Le Théâtre du Grand-Guignol 

Teater Grand Guignol adalah sebuah teater kecil di Paris yang saking terkenalnya memiliki semacam cult status. Berdiri tahun 1894 atas prakarsa Oscar Metenier, seorang penulis dan sekertaris kepolisian, yang mengubah sebuah kapel yang tidak digunakan sebagai gedung pertunjukan kecil-kecilan, dengan hanya berisi 293 kursi, yang diklaim sebagai venue terkecil di seluruh Paris.

Teater Grand Guignol
Credit : Hans Wild / Getty Images
Sumber

Mengingat fungsi sebelumnya sebagai sebuah kapel, maka jejak-jejak arsitektur khas gereja akan sangat terasa.  Misalnya box tiket yang menyerupai tempat pengakuan dosa, serta ciri khas elemen arsitektur Gothic pada dinding, jendela, dan lain-lainnya. Ciri khas arsitektur tersebut justru menjadi strategi marketing yang tepat untuk mempromosikan Teater tersebut, mengingat nuansa yang ditimbulkan seakan seram mulai dari pintu masuk.

Teater ini terletak di daerah yang diberi nama "Quartier Pigalle". Daerah tersebut sudah lama terkenal akan kevulgaran hiburan dewasanya, dan merupakan salah satu tempat wisata di Paris. Toko-toko yang menjual alat-alat kebutuhan seksual berjajar, terdapat juga teater-teater, dan pertunjukan dewasa lainnya. Reputasi yang demikian menciptakan istilah sebutan baru untuk tempat tersebut, Pig Alley, atau Gang Babi pada masa PD II. Daerah tersebut juga terkenal dengan adanya nama-nama teater kabaret seperti Moulin Rogue dan Divan du Monde, serta Museum Seks (  Musée de l'érotisme ).

Kaitan atmosfir erotis tempat tersebut dan Teater Grand Guignol agaknya berpengaruh. Satu hal yang cukup menarik tentang Grand Guignol adalah disewakannya tempat-tempat yang menyerupai kabin kotak kecil di bawah balkon, yang dulu digunakan biarawati untuk menyaksikan kegiatan pelayanan ibadah, sebagai tempat berbuat mesum ( if you know what I mean .. LOL ). Ini dikarenakan bahwa atmosfir pertunjukan dikatakan membuat beberapa orang mengalami sensasi yang kuat, bahkan merasa terangsang. Tak jarang para aktor terpaksa berteriak untuk memperingatkan agar "penghuni kabin" tidak membuat suara ribut karena akan mengganggu suasana pertunjukan.

Kabin yang disewakan, berada dibawah balkon
Credit : Hans Wild / Getty Images

II. Oscar Metenier dan Pengaruh Naturalisme

Oscar Metenier, sang pendiri sekaligus sutradara Teater Grand Guignole adalah seorang penulis yang sangat terinspirasi oleh aliran seni Naturalisme: Sebuah aliran seni yang berusaha menjabarkan ilusi kehidupan secara sempurna. Kebanyakan dari karya tulis dan drama nya terinspirasi dari kenyataan-kenyataan pahit Kota Paris itu sendiri : Prostitusi, kriminalitas, anak jalanan, kerusakan moral, kengerian, rasisme, kotoran, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Pekerjaannya disamping sebagai sutradara dan penulis ialah seorang sekretaris untuk komisaris polisi, yang memungkinkannya untuk lebih leluasa dalam mengobservasi dunia gelap kriminalitas Kota Paris secara mendetil.

Potret diri Oscar Metenier.
Sumber : Wikipedia

III. Pertunjukan


Teater Grand Guignole menyuguhkan pertunjukan yang original dan berkesan mendalam ( terlebih bila cipratan darah mengenai bajumu dan kau melihat seseorang dibantai secara langsung.. ). Intensitas adegan yang diramu sedemikian rupa dengan special effect yang mendekati nyata membuat penonton benar-benar merasakan kengerian yang kental. Adegan-adegan seperti pencungkilan bola mata, operasi, pembunuhan, dan adegan lain yang membutuhkan banyak.. banyak.. banyak sekali darah palsu untuk "menjamu" para pemirsa langsung. Pentas tersebut dilengkapi dengan penambahan elemen melodramatis, yang juga sering menyuguhkan pesan tentang kerusakan moral, dendam, dan pesan seperti bahwa kejahatan tidak memerlukan motif yang kompleks untuk dapat terjadi. 

Salah satu poster promosi Grand Guignol
Sumber: wikipedia
Brutalnya adegan dan kesempurnaan efek panggung memunculkan banyak reaksi oleh penonton, walau lebih sering berupa muntah-muntah dan pingsan. Sebenarnya tersedia dokter dan tenaga medis yang bersiaga untuk menolog penonton-penonton yang malang tersebut. Namun bukan berarti mereka juga tahan terhadap kengerian yang ditawarkan Grand Guignol. Seorang asisten dokter malah pingsan terlebih dahulu pada suatu kesempatan.

Salah satu adegan "cungkil mata".
Credit : Hans Wild / Getty Images
Banyak nama yang terlahir dari reputasi brutal dan mengerikan dari teater ini. Kengerian dan kekentalan elemen berdarah-darah semakin intense setelah Oscar Metenier mengalihkan jabatan sutradara dan teaternya pada Max Maurey, yang kemudian menemukan Andre de Lorde, salah seorang penulis Grand Guignol paling terkenal yang memiliki julukan "Pangeran Teror". Paul Ratineau, dalang dibalik suksesnya efek panggung yang mendekati nyata. Paula Maxa, sang aktris yang sering memerankan peran korban. Karakter yang diperankan Maxa sangat sering berakhir tragis dalam kematian mengerikan, total mati sebanyak lebih dari 10.000 kali dan diperkosa sebanyak 3.000 kali.

IV. Penutupan Teater dan Pengaruh Terhadap Budaya Populer

Saat teater dalam penanganan Jack Jouvin popularitasnya mulai memudar. Tema horror dan gore yang sebelumnya sangat dominan dibawakan di teater tersebut berangsur menjadi Drama Sikologis. Keadaan ini diperparah dengan pecahnya PD II, yang membayang-banyangi kepopuleran topik Grand Guignol, menyuguhkan realita nyata bahwa apa yang mungkin mereka pikir tidak akan terjadi di dunia nyata akhirnya terjadi.

Sutradara terakhir Grand Guignol, Charles Nonon, menyatakan "Kita tidak akan pernah bisa menyamai Buchenwald ( sebuah kamp konsentrasi milik Nazi ), Sebelum perang pecah semua orang merasa bahwa apa yang terjadi si atas panggung adalah sesuatu yang tidak mungkin. Sekarang kita tahu, bahwa hal ini, dan hal-hal lain yang lebih buruk, adalah mungkin terjadi dalam kenyataan".

Teater Grand Guignol akhirnya tutup pada tahun 1962, karena semakin sedikitnya penonton yang datang.

Pengaruh Grand Guignol berdampak juga terhadap budaya populer. Istilah Grand Guignol sendiri akhirnya digunakan untuk menyebut hiburan dramatis penuh darah, kegilaan dan kebrutalan. Begitu juga dengan film-film horror karya studio Hammer yang agaknya terinspirasi dari konsep Teater Grand Guignol. Lalu ada juga tren film horror penuh darah di era 70an dengan fim seperti Texas Chainsaw Massacre, penuh kekerasan dan intensitas. Karya musikal Stephen Sondheim, "Sweeney Todd : The Demon Barber of Fleet Street" juga patut diberikan perhatian, berbasis dari cerita pendek dari seri Penny Dreadful yang kemudian belakangan difilmkan oleh Tim Burton, dibintangi Johnny Depp dan Helena Bonham Carter.

Sebagai penutup, berikut saya cantumkan beberapa gambar tentang Grand Guignol. Mayoritas diambil dari Getty Images, Life.com, wikipedia dan sumber - sumber lainnya. Selamat "menikmati" ;)

With Love and Dementia,


SATURNUS.












DIY : IT'S PAINTING TIME !!!

Berhubung disini sulit untuk mendapatkan barang-barang berlogo band kesayangan, maka saya memutuskan untuk melukisnya sendiri. Kali ini diatas sebuah tas yang cukup membosankan ( Hitam polos ). Saya mencoba untuk melukis album art album self titled nya Cinema Strange dengan latar belakang ngengat abu-abu. Sebenarnya sudah ada banyak store yang menjual aksesoris seperti tas dan kaos berlogo band, namun kebanyakan Metal. Namun sangat sulit untuk menemukan yang berlogo band Goth atau Deathrock, opsi lain mungkin bisa dengan meminta bantuan jasa sablon, tapi saya lebih suka melukisnya sendiri, karena selain lebih murah tentunya, ada rasa kebanggan tersendiri dan suatu kesan pribadi dari benda-benda yang dibuat dengan tangan sendiri.

Saya tidak sempat mendokumentasikan caranya, dan saya kira juga tidak perlu karena cukup mudah. Pada dasarnya hanya melukis diatas media tas kain warna hitam. Saya menggunakan cat akrilik, yang walaupun tidak 100% tahan luntur, namun dengan perawatan yang tepat hasil lukisan ini bisa tahan lebih lama tanpa pudar. Let's see how it turned out, shall we ? :)


Ada Jack Skellington numpang nampang juga haha.. 

Mungkin tidak semirip album art aslinya :p

Anyway, saya sudah sering menggunakan cat akrilik untuk diaplikasikan diatas kain, dan selama ini tidak pernah luntur. Bagaimanapun ada satu merek cat akrilik yang tidak akan saya gunakan lagi karena hasilnya tidak bagus, dan sangat mudah terhapus bila basah. Pada saat itu saya berniat coba-coba merk lain, dan ternyata.. lebih baik menggunakan merk lama yang sudah saya gunakan berkali-kali.

Agar cat akrilik tidak gampang terhapus atau luntur bila basah, saran saya apabila terkena air jangan disentuh. Menyentuh cat kering yang biasanya bisa kembali lembab dan basah dalam kondisi tertentu dapat menghapus cat tersebut dan membuatnya berantakan. Usahakan menghindarkannya dari kondisi basah, apabila sudah terlanjur, jangan disentuh, keringkan kembali maka akan kembali seperti sediakala. 

Kondisi tersebut hanya terjadi beberapa kali saat cat masih baru. Apabila sudah terkena sinar matahari lumayan lama dan terkena gesekan sehingga mengeraskan permukaan cat, maka terkena basahpun bukan masalah. Walaupun begitu apabila hendak mencucinya janganlah terlalu kasar, sikat dengan lembut tanpa perlu menggunakan banyak sabun, dan keringkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung karena bisa membuat permukaan cat retak. 

I hope you found it interesting, till then.. :)

With love and dementia,



Yhudiz Dracoz

BABYBAT DRAMA : It's Not Goffik Enuf, I don't Like It !


First of all, what is a Babybat ?
Menurut saya pribadi, Babybat adalah mereka yang sedang dalam tahap perkenalan terhadap dunia Goth, untuk ini saya memberi poin lebih kepada pengenalan terhadap musiknya. Kebanyakan namun tidak selalu, Babybat adalah evolusi dari Mallgoth yang "Insaf" dan berusaha untuk mengenal Goth music. Term Babybat sendiri pada awalnya adalah sebuah ejekan, a derogatory, namun sepertinya seiring berjalannya waktu term ini tidak lagi semata adalah istilah penghinaan, dan lebih merujuk pada fase-fase awal dimana seseorang mulai mengenal Goth culture. Gambaran umum tentang Babybat biasanya berupa mereka yang masih kurang bisa menyesuaikan diri dengan warna musik Goth Rock, bisa juga mereka yang masih bingung dalam hal make-up, attire, persepsi, dan lain sebagainya.

Hal yang paling sering ditemui seoranga Babybat yang baru memulai menjelajah ranah Goth Rock mungkin adalah :
" Musik ini tidak berkesan Gothic, sementara musik yang jelas-jelas bernuansa seram, orkestral, dibilang bukan Goth Music "
 Ah, well... mungkin jawaban yang bisa saya berikan adalah :
" Believe it or not, saya dulu sangat menyukai Nightwish, Within Temptation, Epica, dll yang notabene bukan Goth Music melainkan Metal. Saya juga sempat berada dalam fase 'salah kaprah' dengan menyebut band-band tersebut sebagai Goth Music. Lalu saya diarahkan dan disarankan untuk mencoba Goth Music oleh seorang teman via Online Chat. Jujur... pada awalnya saya kurang suka ( waktu itu lagu yang saya dengarkan adalah Siouxsie and The Banshees - The Passenger ( Iggy Pop cover ) "
I was a Babybat too, kebanyakan dari Goth pernah mengalami fase ini, terkecuali bila kamu lahir di era 80 atau awal 90an, saat dimana Goth Scene masih sangat pure tanpa kontaminasi label-label "asal" dan histeria keliru dari media. It's a common thing. Kadang saya masih menggelengkan kepala dan menepuk dahi saat melihat kembali referensi saya tentang Goth pada saat itu : Musiknya, cara berpenampilan, cara bertingkah laku, reaksi, dan lain-lain. Memalukan, namun itu adalah bagian dari proses.

Tak putus asa dan terus mencoba, saya mulai mencari referensi Goth Music lain. Mulai dari playlist orang lain, kompilasi, youtube video, daftar peringkat di forum, hingga bertanya pada Goth lain tentang lagu-lagu atau band apa yang mungkin akan saya sukai. Pemikiran saya pada saat itu adalah : Goth adalah budaya berbasis musik, maka akan sangat memalukan bila saya sama sekali tidak mengenal musiknya, itu seperti bilang bahwa saya suka es krim namun saya tidak suka manis. Berbagai subgenre musik gelap selain Metal ( Karena sebelumnya saya sudah sangat mencintai Metal, dan ingin mencari sesuatu yang baru ) saya coba, mulai dari Ethereal, Goth Rock, Deathrock, New Wave, Horror Punk, Psychobilly, Dark Ambient, Neo-Classical Darkwave, Drone, sampai EBM dan Aggrotech.

Dalam proses mengenal musik secara lebih luas tersebut saya mendapatkan hal yang lebih penting daripada sibuk mengidentifikasikan diri dan berusaha untuk "Fit in the box" yaitu pandangan yang lebih terbuka tentang musik dan Goth Culture dalam arti luas. Hal yang sebelumnya belum pernah saya coba dan.. cenderung saya hindari akhirnya menjadi beberapa genre favorit saya, termasuk beberapa genre yang tidak gelap seperti sedikit musisi Jazz, Klasik, Pop, dan yang baru-baru ini saya gemari Chanson Francaise.

Bagaimana dengan Goth Music ? Tentu saya akhirnya menemukan banyak musisi dan band favorit, bahkan saya juga mulai menyukai Siouxsie and The Banshees, kecuali untuk lagu Israel yang sepertinya memang tidak mampu saya nikmati bagaimanapun caranya. Beberapa yang sangat sering saya putar adalah Solemn Novena, Clan of Xymox, Alien Sex Fiend, Die Laughing, Sopor Aeternus, Bauhaus, The Cure, The Sisters of Mercy, The Merry Thoughts, The Virgin Prunes, Cinema Strange,  Inkubus Sukkubus dan masih banyak lainnya.

Kesimpulan saya adalah, terus coba band lain., karena Goth itu lebih dari sekedar Bauhaus, atau Sisters of Mercy. Ada berbagai macam warna musik yang ditawarkan Goth Music yang mungkin tidak akan pernah kamu temukan bila kamu sudah menyerah dalam percobaan pertama. Bagaimana kamu bisa bilang tidak suka kalau kamu sudah menyerah saat menginjakkan kaki di gerbang masuk ? Dang ingat, menyukai Goth Music tidak membatasi kebebasan kamu untuk menyukai yang lain, tentu kamu masih diperbolehkan mendengar genre lain, bahkan yang selama ini banyak dianggap "payah" seperti Marilyn Manson, Evanescence, dll.. namun ingat, genre tersebut bukan Goth dan bukan pembentuk atau bagian dari Goth Culture itu sendiri. Bagaimana dengan musik yang tidak gelap seperti Dance misalnya ? Silahkan saja, kalau suka maka itu hak kamu. Saya juga kadang masih memutar lagu-lagu Michael Buble jika memang sedang ingin mendengarkan musik yang tidak terlalu berat.

Goth is about embracing the dark mysterious yet morbid aesthetics that most people ignore because it's against their "standard" of beauty, Goth is Goth Rock at the first place, But as time goes by it gets wider and more various, yet still holding dearly to it's roots and origin, Goth is loving darkly beautiful form of arts without forgetting who you really are and the world you live in.

With love and dementia,


SATURNUS
Currently listening to : Jacquy Bitch - Cemetiere