![]() |
Salah satu adegan di film "Interview with the Vampire" yang menggambarkan suasana panggung Theatres Des Vampires, dimana para Vampire berpura-pura sebagai manusia yang berpura-pura menjadi vampire. Photo Credit : Warner Bros / Geffen Pictures Sumber |
I. Le Théâtre du Grand-Guignol
Teater Grand Guignol adalah sebuah teater kecil di Paris yang saking terkenalnya memiliki semacam cult status. Berdiri tahun 1894 atas prakarsa Oscar Metenier, seorang penulis dan sekertaris kepolisian, yang mengubah sebuah kapel yang tidak digunakan sebagai gedung pertunjukan kecil-kecilan, dengan hanya berisi 293 kursi, yang diklaim sebagai venue terkecil di seluruh Paris.![]() |
Teater Grand Guignol Credit : Hans Wild / Getty Images Sumber |
Mengingat fungsi sebelumnya sebagai sebuah kapel, maka jejak-jejak arsitektur khas gereja akan sangat terasa. Misalnya box tiket yang menyerupai tempat pengakuan dosa, serta ciri khas elemen arsitektur Gothic pada dinding, jendela, dan lain-lainnya. Ciri khas arsitektur tersebut justru menjadi strategi marketing yang tepat untuk mempromosikan Teater tersebut, mengingat nuansa yang ditimbulkan seakan seram mulai dari pintu masuk.
Teater ini terletak di daerah yang diberi nama "Quartier Pigalle". Daerah tersebut sudah lama terkenal akan kevulgaran hiburan dewasanya, dan merupakan salah satu tempat wisata di Paris. Toko-toko yang menjual alat-alat kebutuhan seksual berjajar, terdapat juga teater-teater, dan pertunjukan dewasa lainnya. Reputasi yang demikian menciptakan istilah sebutan baru untuk tempat tersebut, Pig Alley, atau Gang Babi pada masa PD II. Daerah tersebut juga terkenal dengan adanya nama-nama teater kabaret seperti Moulin Rogue dan Divan du Monde, serta Museum Seks ( Musée de l'érotisme ).
Kaitan atmosfir erotis tempat tersebut dan Teater Grand Guignol agaknya berpengaruh. Satu hal yang cukup menarik tentang Grand Guignol adalah disewakannya tempat-tempat yang menyerupai kabin kotak kecil di bawah balkon, yang dulu digunakan biarawati untuk menyaksikan kegiatan pelayanan ibadah, sebagai tempat berbuat mesum ( if you know what I mean .. LOL ). Ini dikarenakan bahwa atmosfir pertunjukan dikatakan membuat beberapa orang mengalami sensasi yang kuat, bahkan merasa terangsang. Tak jarang para aktor terpaksa berteriak untuk memperingatkan agar "penghuni kabin" tidak membuat suara ribut karena akan mengganggu suasana pertunjukan.
![]() |
Kabin yang disewakan, berada dibawah balkon Credit : Hans Wild / Getty Images |
II. Oscar Metenier dan Pengaruh Naturalisme
Oscar Metenier, sang pendiri sekaligus sutradara Teater Grand Guignole adalah seorang penulis yang sangat terinspirasi oleh aliran seni Naturalisme: Sebuah aliran seni yang berusaha menjabarkan ilusi kehidupan secara sempurna. Kebanyakan dari karya tulis dan drama nya terinspirasi dari kenyataan-kenyataan pahit Kota Paris itu sendiri : Prostitusi, kriminalitas, anak jalanan, kerusakan moral, kengerian, rasisme, kotoran, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Pekerjaannya disamping sebagai sutradara dan penulis ialah seorang sekretaris untuk komisaris polisi, yang memungkinkannya untuk lebih leluasa dalam mengobservasi dunia gelap kriminalitas Kota Paris secara mendetil.![]() |
Potret diri Oscar Metenier. Sumber : Wikipedia |
III. Pertunjukan
Teater Grand Guignole menyuguhkan pertunjukan yang original dan berkesan mendalam ( terlebih bila cipratan darah mengenai bajumu dan kau melihat seseorang dibantai secara langsung.. ). Intensitas adegan yang diramu sedemikian rupa dengan special effect yang mendekati nyata membuat penonton benar-benar merasakan kengerian yang kental. Adegan-adegan seperti pencungkilan bola mata, operasi, pembunuhan, dan adegan lain yang membutuhkan banyak.. banyak.. banyak sekali darah palsu untuk "menjamu" para pemirsa langsung. Pentas tersebut dilengkapi dengan penambahan elemen melodramatis, yang juga sering menyuguhkan pesan tentang kerusakan moral, dendam, dan pesan seperti bahwa kejahatan tidak memerlukan motif yang kompleks untuk dapat terjadi.
![]() |
Salah satu poster promosi Grand Guignol Sumber: wikipedia |
![]() |
Salah satu adegan "cungkil mata". Credit : Hans Wild / Getty Images |
IV. Penutupan Teater dan Pengaruh Terhadap Budaya Populer
Saat teater dalam penanganan Jack Jouvin popularitasnya mulai memudar. Tema horror dan gore yang sebelumnya sangat dominan dibawakan di teater tersebut berangsur menjadi Drama Sikologis. Keadaan ini diperparah dengan pecahnya PD II, yang membayang-banyangi kepopuleran topik Grand Guignol, menyuguhkan realita nyata bahwa apa yang mungkin mereka pikir tidak akan terjadi di dunia nyata akhirnya terjadi.Sutradara terakhir Grand Guignol, Charles Nonon, menyatakan "Kita tidak akan pernah bisa menyamai Buchenwald ( sebuah kamp konsentrasi milik Nazi ), Sebelum perang pecah semua orang merasa bahwa apa yang terjadi si atas panggung adalah sesuatu yang tidak mungkin. Sekarang kita tahu, bahwa hal ini, dan hal-hal lain yang lebih buruk, adalah mungkin terjadi dalam kenyataan".
Teater Grand Guignol akhirnya tutup pada tahun 1962, karena semakin sedikitnya penonton yang datang.
Sebagai penutup, berikut saya cantumkan beberapa gambar tentang Grand Guignol. Mayoritas diambil dari Getty Images, Life.com, wikipedia dan sumber - sumber lainnya. Selamat "menikmati" ;)
With Love and Dementia,
SATURNUS.